Rabu, 24 Juni 2015

Media Sosial sebagai Ajang “Pamer”


(sumber gambar : https://haditdelonge.wordpress.com/page/2/)

Di Zaman yang serba mengandalkan teknologi sekarang ini banyak orang yang mengantungkan hidupnya pada teknologi, memilih hal-hal yang instan dan mudah, diantaranya dalam berkomunikasi, orang cenderung menggunakan aplikasi pembantu dalam berkomunikasi dari pada berkomunikasi secara langsung atau tatap muka dikarenakan jarak yang jauh ataupun ketersedian waktu yang tidak memungkinkan. Media sosial kini menjadi salah satu primadona bagi masyarakat jejaring selain sms dan telefon karena layanan yang ditawarkan dan aksesnya yang mudah.
Media sosial merupakan media online dimana didalamnya tiap anggota dapat ikut serta dalam membuat, menyebarkan (berbagi) dan mengkonsumsi sebuah informasi, dan dapat saling berinteraksi satu sama lain, diantaranya terdapat facebook, twitter dan blog serta lain sebagainya.
Salah satu media sosial yang paling terkenal adalah facebook, facebook memiliki banyak fitur yang lengkap dibandingkan dengan media sosial lainnya. Mulai dari memperbaharui status, berkirim dan berbagi foto, video,music hingga bacaan, dapat berkirim chatting bahkan terdapat fasilitas video call.
Menurut data dari Webershandwick, perusahaan public relations dan pemberi layanan jasa komunikasi, di wilayah Indonesia ada 65 juta pengguna Facebook aktif dan sebanyak 33 juta pengguna aktif per harinya. Aplikasi faceboook adalah aplikasi paling terkenal di Indonesia setelah itu disusul oleh twitter dan path. Pengguna facebook Indonesia adalah terbesar nomor 3 di dunia. Ini menunjukan bahwa sosial media tidak asing bagi masyarakat Indonesia namun sayangnya tidak dibarengi oleh kesadaran melek media.
Masyarakat Indonesia tidak bisa dipisahkan denga internet apalagi media sosial. Keduanya merupakan kebutuhan utama pada jaman sekarang, masyarakat seolah merasa ada yang kurang ketika tidak dapat mengakses media sosial. Sepertinya masyarakat sudah kecanduan oleh media sosial.
Sebenarnya Internet memberi dampak positif bagi penggunanya diantaranya masyarakat akan menulis dengan lebih baik, lebih cepat, mudah menyimpan dan lebih kreatif. Individu akan menikmati kemudahan ketika melakukan tugas harian terutamanya bagi pelajar, juga interaksi yang lebih mudah dengan orang lain, serta merangsang kreatifitas dan partisipasi pribadi, perubahan metode belajar membuat siswa berperan aktif didalamnya. Di satu pihak, media baru dapat membuka cakrawala dunia yang sangat menjanjikan yang kaya warna dan kaya citra, namun disisi lain ini akan menjadi sebuah dunia yang seakan-akan tanpa kendali. Contoh  dampak negatifnya adalah Rasa sosial terhadap lingkungan sekitar menjadi acuh, tumbuhnya sikap hedonisme dan konsumtif.
Media sosial merupakan aplikasi pembantu dalam berkomunikasi namun pada kenyataannya sekarang ini sosial media dibuat sebagai aplikasi penganti bersosialisasi. Bahkan tak jarang seorang yang tinggal satu kelas sering mengobrol melalui sosial media namun diam ketika bertemu langsung dan cenderung sibuk pada gadgetnya masing-masing.
Dalam sosial media seseorang ingin sekali diperhatikan apa yang dilakukannya, dia berharap orang lain tahu dan memberi respon positif. Seseorang merasa ingin menjadi artis dalam media sosialnya, sangat bangga jika postingannya mendapat like atau komen yang banyak.
Akhir-akhir ini media sosial telah berubah fungsinya sebagai ajang pamer, Disadari atau tidak kita cederung membuat citra diri dalam status dan apapun yang kita bagikan di sosial media yang paling terasa adalah pamer melalui foto. Sebagai contoh ketika seorang selesai menunaikan ibadah sholat ia mengupload foto dan menaruh captionalhamdulilah sholat dhuha kelar” atau ketika dia sedang berpergian ke sebuah pusat perbelanjaan dia akan mengupload foto dengan caption “jalan-jalan dulu ah”.kebanyakan dari kita sekarang melakukan perjalanan seperti ke pantai atau ke gunung hanya untuk foto dan untuk keperluan diunggah di media sosial bukan lagi untuk refreshing menikmati keindahan alam ini. Ini menjadi tidak sehat di masyarakat sekarang. Semua kegiatan yang kita lakukan rasanya harus kita bagi lewat foto. Hidup kita seolah indah dalam bungkusan foto yang kita unggah sedangkan kenyatannya belum tentu benar.
Dimedia sosial sekarang seakan para penggunanya saling berlomba-lomba menunjukan ke-eksitensian diri mereka, dan dituntut untuk menjadi sempurna dengan bukti foto-foto, berupa foto makanan enak, liburan keluar negeri, penampilan seperti artis. Seolah-olah saling beradu “tunjukin kalau kamu keren! Kalau gak keren gak usah upload” begitu kiranya para pengguna sosial media kini saling berlomba menunjukan citra “orang bergengsi” lewat foto dan status mereka. Hal ini berpengaruh dalam kehidupan nyata mereka diantaranya dalam mencari tempat makan, yang terpenting bukanlah kelezatan makanan yang disajikan tapi tempat untuk selfies yang bagus untuk diunggah.
Seolah tak ada lelahnya mereka terus mengunggah foto diri dari bangun tidur, makan direstaurant, ingin melakukan ujian atau interview kerja, semuanya harus dimulai dengan foto bukan dengan doa. Bahkan menurut Nurudin dalam bukunya “Tuhan Baru Masyarakat Cyber di Era Digital” berpendapat bahwa media sosial kini menjadi Tuhan masyarakat jejaring karena kebanyakan penggunannya berdoa di facebook bukan berharap memohon langsung pada Tuhan, padahal sejatinya doa itu adalah suatu kerahasiaan antara hamba dan tuhannya dan bukan untuk dipamerkan pula.
Dalam penelitiannya, Etnomark Consulting memetakan tipe pengguna media sosial berdasarkan motivasi dan tujuan posting dalam “status update”. Hasil studi menjelaskan adanya tujuh tipe pengguna media sosial.
yaitu The Angels adalah orang yang Senang berbagi pengetahuan dan pengalaman.contohnya  Dosen, pembicara,motivator,ustad. Kedua The Learners yaitu Para pembelajar, pengumpul referensi, mencari solusi dari masalah. Mereka juga sering melakukan sharingulang. Ke tiga The Journalists Tipe pengguna media sosial terdepan dalam penyampaian berita. Berita singkat, tetapi terus menerus. Keempat  The Sosial Networkers selalu ingin memperluas jaringan, termasuk memberikan perhatian dengan sharing opini orang lain dan memancing diskusi forum. Ke lima The “Eksis-Narsis” adalah orang yang Senang mencari perhatian, harus hadir dalam setiap bahasan,posting dilengkapi foto-foto. Perhatian lebih kepada dunianya sendiri. Ke enam The “Curhaters” Tipe yang sangat sering impulsif berkeluh kesah terhadap apa saja yang ditemui dan dialaminya. Kadang kala hanya sebagai tulisan iseng yang tidak penting bagi komunitasnya.  Ke Tujuh yaitu The Observers atau pengguna pasif, tipe pengamat ini mengikuti posting teman-temannya, ingin mengetahui apa yang terjadi, tetapi jarang memberikan respons dan share opini temannya. Hampir tidak ada posting yang ditulisnya.
Media sosial membuat kita hidup di jaman yang penuh dengan transparansi. Aktivitas kita dengan mudah dapat diketahui oleh orang lain, bahkan diketahui seluruh dunia, ketika kita menuliskan status kita di facebook akan memberikan pengaruh terhadap keperibadian kita.
Menurut Erik Qualman dalam Sosialnomics (2009), transparansi membuat adanya dua macam perilaku orang di dalam media sosial yaitu preventative behavior dan braggadocian behavior.
Preventative behavior  dengan perumpamaan “live your life as if your mother is watching”. Tipe orang ini selalu berhati-hati dalam membuat status atau mengunggah gambar, karena hal tersebut diketahui oleh orang lain dan dapat mempengaruhi citra mereka. Mereka akan berpikir berulang kali untuk melakukan hal-hal yang berhubungan dengan media sosial karena seluruh dunia memperhatikan.
Braggadocian behavior yang berarti kebiasaan pembual atau penyombong. Tipe orang dengan perilaku berikut ini biasanya update status sangat sering dan memberitahukan bahwa dirinya sedang melakukan sesuatu yang dianggap keren. Biasanya, orang-orang ini juga sering mengunggah foto mereka dengan gaya narsis di tempat-tempat yang menurut mereka bagus. Mereka menganggap bahwa dengan begitu mereka eksis.
Qualman berpendapat bahwa dengan adanya media sosial, seseorang tidak dapat lagi berpura-pura menjadi orang lain dan memiliki kepribadian berbeda di tempat berbeda. Status-status yang ada akan menunjukkan siapa dirinya sebenarnya. Namun pendapat ini kurang tepat  justru jika kita mencermati fenomena media sosial baik-baik, ada kemungkinan perpecahan kepribadian (split personality) yang terjadi.
Anda pasti pernah menemui orang yang dalam dunia nyata pendiam namun dialam tulisan di media sosialnya dia sangat kritis,atau orang yang jarang berbicara didunia nyata ternyata sangat sering update status di akun sosial medianya. Inilah pelaku yang disebut perpecahan kepribadian di media sosial atau sosial-splitting personality. Ini adalah fenomena orang yang melakukan pencintraan ulang dirinya didunia maya yang menciptakan citra yang berbeda dari dunia nyatanya karena ketidak puasan mereka akan citra mereka dikehidupan nyata.
Carl Rogers mengemukakan bahwa ada dua diri dalam seseorang, yaitu real-self dan ideal-self. Real-self sebagai diri yang terbentuk dari dorongan untuk mengaktualisasikan diri, sedangkan ideal-self adalah diri yang terbentuk dari tuntutan masyarakat. Secara sederhana, real-self adalah “I am” dan ideal-self adalah “I should“; jarak yang terlalu jauh antara ”I am” dan ”I should” dapat menyebabkan gangguan jiwa atau yang sering disebut dengan psikopatologi.
Seperti itulah fenomena sosial-splitting personality terjadi. Seseorang yang tidak dapat menampilkan real-self mereka karena banyaknya tuntutan lingkungan akan melampiaskannya pada media sosial dan menjadi berbeda di alam maya.
            Kesimpulannya masyarakat sekarang tidak dapat dipisahkan dari teknologi dan media baru khususnya internet. media baru sangat bermanfaat bagi kehidupan manusi namun ada sisi negatifnya berupa penggunaan media sosial yang tidak sebagaimana mestinya. Di Indonesia media sosial yang paling popular adalah fcebook. Menurut Etnomark Consulting ada 7 tipe pengguna media sosial berdasarkan motivasi dan tujuan posting dalam “status update” yaitu The Angels, The Learners, The Journalists, The Sosial Networkers, The Eksis-Narsis, The Curhaters, The Observers.dalam artikel ini menekankan pada type ke lima. Sedangkan menurut Erik Qualman terdapat dua macam perilaku orang di dalam media sosial yaitu preventative behavior dan braggadocian behavior. Media sosial sebagai media komunikasi kini telah beralih fungsi sebagai media untuk pamer ke-eksisan diri para penggunanya lewat foto ataupun status yang dibagikan. Media sosial juga mempengaruhi pecahnya kepribadian seorang antara ideal-self dan real-self mereka. Mereka berusaha membentuk citra diri yang baik sebagai bentuk ketidak puasan akan citra diri mereka didunia nyata. Ada seorang yang begitu pendiam didunia nyata namun dalam aktif dalam akun media sosialnya. Mereka saling berlomba-lomba ingin menujukan bahwa kehidupan mereka sangat sempurna dan indah sehingga akan menimbulkan rasa iri pada pengguna lain. Sehingga banyak pengguna sekarang hanya mencari kesenangan belaka.
        Kita sebagai masyarakat  jejeraing baiknya lebih bersikap dewasa dalam mengadapi arus media sosial, menjadikan media sosial sebagai alat yang bermanfaat, menggunakan seperlunya saja. Dalam memperbaiki citra diri dilakukan di dunia nyata, karena hanya beberapa orang yang peduli di media sosial kebanyakan pengguna lain sibuk dengan perbaikan citra diri mereka sendiri. Jangan semua tentang kita masukan kedalam akun media sosial kita, ada baiknya yang bersifat pribadi disimpan sendiri. Dan jangan menjadikan foto sebagai ajang pamer, foto seperlunya dan jangan berlebihan.



Daftar Pustaka
·      Qualman, Eric. 2009. Sosialnomics. New Jersey:WILEY John & Sos, Inc.
·      Nurudin. 2012. Tuhan Baru Masyarakat Cyber di Era Digital.Yogyakarta : Aditya Media
·     Goffman, Erving. 1959. The Presentation of Self in Everyday Life.Harmondworth : Penguin
·  Kominfo. Ini Data Jumlah Pengguna Media Sosial di Indonesia. 20 juni 2015. http://harianti.com/ini-data-jumlah-pengguna-media-sosial-di-indonesia/
. Julia, nurhajizah. media sosial. 20 juni 2015.http://nurhajizahjulia.blogspot.com/2011/06/media-sosial.html
· Pangestu, Alex. Media Sosial Bukan Tren Sesaat. 20 juni 2015. http://nationalgeographic.co.id/berita/2010/07/media-sosial-bukan-tren-sesaat


0 komentar:

Posting Komentar

 
* Aku ingin Berubah dan ingin bertahan dalam perubahan itu (Hijrah) | | aku adalah aku sampai aku akan menemukan jalan kisahku | Ketika manusia hidup dan menulis saat ia mati ia akan dikenang lewat tulisannya | kamu mungkin tidak pandai namun dengan menulis kamu akan menambah wawasan karena semakin banyak orang menulis semakin sering dia membaca *

About

I Love Allah | Muslimah |Diah Agustini | Diaa | Ilmu Komunikasi | Temanggung - Jawa Tengah
aku suka musik - aku suka menulis - aku suka membaca novel - aku suka mengarang
Diberdayakan oleh Blogger.

Lihat Lainnya

Popular Posts

Followers