Teruntuk : Bapak Dosen New Media Mohon dibaca
(sumber gambar : http://tulangsiallagan.blogspot.com/2012/12/cara-belajar-yang-baik-kerja-sambil.html)
Kuliah merupakan sekolah tingkat atas yang saya rasa banyak orang yang mencita-citakannya namun tak sedikit yang hanya bisa bermimpi saja. dan saya salah satu dari mereka yang beruntung mengenyam pendidikan setinggi ini, walau awalnya tak pernah terfikirkan untuk sampai ke perguruan tinggi namun Allah menakdirkan lain.
Saya merupakan mahasiswa semester 4 di Jurusan Ilmu Komunikasi pada salah satu Universitas di Jawa Timur, sebagai seorang perantauan dari tanah Jawa Tengah tentunya saya berharap mendapatkan banyak pengalaman baru dan luasnya pengetahuan baru.
Di jurusan ini saya mendapatkan banyak hal yang jauh dari kebiasaan saya, saya diajarkan cara berkomunikasi didepan umum yang baik, walaupun sebenarnya saya orang yang lebih suka menulis dari pada berbicara. banyak hal dijurusan ini, mulai mencari berita, ilmu politik,sosiologi,psikologi, fotografi, dll kami pelajari.
Saya suka membaca buku, kebanyakan literatur tugas Komunikasi adalah literatur yang berbahasa inggris, dan saya memiliki kelemahan dibahasa inggris. untuk menuntut ilmu dikampung inggris,Pare,Kediri rasanya saya belum berani,sedangkan diperpustakaan kampus saya masih sedikit sekali buku panduan makanya saya mulai dari menerjemahkan video-video berbahasa inggris,mendengarkan lagu-lagu berbahasa inggris, mulai menerjemahkan artikel-artikel bahasa inggris dan tugas dari seorang dosen yang selalu memakai buku berbahasa inggris menjadi sebuah tantangan tersendiri. disaat dikampus-kampus lain para mahasiswa sudah terbiasa dengan buku berbahasa asing kami masih asing dengan itu.
Saat semester 3 saya mengobrol dengan seorang dosen muda dikampus saya. Dosen yang sangat meginspirasi saya melalui perjuangan hidupnya, melalui semangatnya yang terus membara, katanya, beliau ingin membuat Budaya baru dikampus ini, budaya membaca dan menjadikan para mahasiswa terbiasa dengan literatur berbahasa asing, Dosen yang sangat benci jika mahasiswanya hanya mencari artikel di internet saja dan selalu mewajibkan setiap tugasnya dicari dibuku cetak ini, menurut beliau mahasiswa itu harus dipaksa walau awalnya akan banyak keluhan semakin hari mereka akan terbiasa. Dosen lulusan S2 UGM ini menceritakan pengalamanya, bahwasanya dulu ketika lulus S1 ia merasa sudah memiliki banyak pengetahuan namun ketika masuk di UGM dan bertemu dengan orang-orang diluar Jawa Timur ia merasa malu,kerdil, dan tak memiliki apa-apa.sampai hari inipun dosen itu selalu menetapkan Standar yang tinggi dalam setiap Mata Kuliah yang beliau ampu. beliau tak hanya memberikan materi dikelas namun juga sangat mendukung kegiatan mahasiswa diluar kelas. semangat itu yang menjadikan saya terus tertantang untuk terus berlatih bahasa inggris, karena biarlah kampus saya tidak sevaforit kampus lain,namun saya ingin menunjukan bahwa kami juga memiliki Standar yang tinggi.
Hari itu entah pertemuan keberapa dimata kuliah New Media, setelah seminggu sebelumnya saya diberikan video oleh dosen New Media, Video berbahasa inggris itu saya tulis satu persatu dan saya terjemahkan kata parkata kedalam bahasa Indonesia. saya menyukai kegiatan ini. namun dihari itu sang Dosen menunjukan sebuah buku dan berkata "ini buku berbahasa asing, saya tidak mungkin menyuruh kalian belajar dengan ini, saya sadar betul kemapuan kampus kita, jadi baiknya kalian mencari artikel di internet saja, walau jika ingin belajar buku ini ya tidak apa apa" . awalnya saya ingin mengcopy buku itu dan saya terjemahkan,namun "nyatanya toh ndak wajib kok" jadi ya saya cuma nyari internet saja. walau sebenarnya jika saya benar-benaar ingin saya bisa belajar dari buku itu tapi itu nggak wajib jadi otak mahasiswa saya bilang ndak usah.
saya terdiam dan berfikir, apakah kemampuan kami sejelek itu? apakah kami tak mampu? sampai kapan budaya ini? kenapa beliau tak mengubah budaya ini? kenapa tak menjadikan kami bangkit? dan segala pertanyaan-pertanyaan lain.
saya gak mau sok pinter atau sok sok yang lain, saya hanya bertanya jika kampus besar-besar lain terus memacu budaya belajar baru, sampai kapan kampus saya terus mempertahankan tradisi kemalasan, tradisi terima jadi instan dari internet? dosennya aja tidak berani ya mahasiswa tidak berkembang.
mungkin bisa pertemuan pertama diberikan satu lembar untuk diterjemahkan,minggu ke dua dua lembar, sampai pada skripsi mungkin bisa satu buku untuk menjadi pedoman skripsi. walau saya mendapatkan IPK yang lumayan baik, namun saat menjadi sarjana saya malu kalo ngomong bahasa inggris saja tidak lancar, bagaimana bisa berkembang ? bagaimana bisa menghadapi persaingan kerja negara ASEAN ?
budaya itu awalnya "mungkin" dipaksa , dibiasakan dan menjadi terbiasa. semoga bermanfaat
0 komentar:
Posting Komentar