(sumber gambar : https://haditdelonge.wordpress.com/page/2/)
Di Zaman
yang serba mengandalkan teknologi sekarang ini banyak orang yang mengantungkan
hidupnya pada teknologi, memilih hal-hal yang instan dan mudah, diantaranya
dalam berkomunikasi, orang cenderung menggunakan aplikasi pembantu dalam
berkomunikasi dari pada berkomunikasi secara langsung atau tatap muka
dikarenakan jarak yang jauh ataupun ketersedian waktu yang tidak memungkinkan.
Media sosial kini menjadi salah satu primadona bagi masyarakat jejaring selain
sms dan telefon karena layanan yang ditawarkan dan aksesnya yang mudah.
Media
sosial merupakan media online dimana didalamnya tiap anggota dapat ikut serta
dalam membuat, menyebarkan (berbagi) dan mengkonsumsi sebuah informasi, dan
dapat saling berinteraksi satu sama lain, diantaranya terdapat facebook,
twitter dan blog serta lain sebagainya.
Salah
satu media sosial yang paling terkenal adalah facebook, facebook memiliki
banyak fitur yang lengkap dibandingkan dengan media sosial lainnya. Mulai dari
memperbaharui status, berkirim dan berbagi foto, video,music hingga bacaan, dapat
berkirim chatting bahkan terdapat
fasilitas video call.
Menurut
data dari Webershandwick, perusahaan public
relations dan pemberi layanan jasa komunikasi, di wilayah Indonesia ada 65
juta pengguna Facebook aktif dan sebanyak 33 juta pengguna aktif per harinya.
Aplikasi faceboook adalah aplikasi paling terkenal di Indonesia setelah itu
disusul oleh twitter dan path. Pengguna facebook Indonesia adalah terbesar nomor
3 di dunia. Ini menunjukan bahwa sosial media tidak asing bagi masyarakat
Indonesia namun sayangnya tidak dibarengi oleh kesadaran melek media.
Masyarakat Indonesia tidak bisa
dipisahkan denga internet apalagi media sosial. Keduanya merupakan kebutuhan
utama pada jaman sekarang, masyarakat seolah merasa ada yang kurang ketika tidak
dapat mengakses media sosial. Sepertinya masyarakat sudah kecanduan oleh media sosial.
Sebenarnya Internet
memberi dampak positif bagi penggunanya diantaranya masyarakat akan menulis
dengan lebih baik, lebih cepat, mudah menyimpan dan lebih kreatif. Individu akan menikmati kemudahan ketika melakukan tugas harian terutamanya
bagi pelajar, juga interaksi yang lebih mudah dengan orang lain, serta
merangsang kreatifitas dan partisipasi pribadi, perubahan metode belajar
membuat siswa berperan aktif didalamnya.
Di satu pihak, media baru dapat membuka cakrawala dunia
yang sangat menjanjikan yang kaya warna dan kaya citra, namun disisi lain ini
akan menjadi sebuah dunia yang seakan-akan tanpa kendali. Contoh dampak negatifnya adalah Rasa sosial terhadap
lingkungan sekitar menjadi acuh, tumbuhnya sikap hedonisme dan konsumtif.
Media
sosial merupakan aplikasi pembantu dalam berkomunikasi namun pada kenyataannya
sekarang ini sosial media dibuat sebagai aplikasi penganti bersosialisasi.
Bahkan tak jarang seorang yang tinggal satu kelas sering mengobrol melalui sosial
media namun diam ketika bertemu langsung dan cenderung sibuk pada gadgetnya
masing-masing.
Dalam
sosial media seseorang ingin sekali diperhatikan apa yang dilakukannya, dia
berharap orang lain tahu dan memberi respon positif. Seseorang merasa ingin
menjadi artis dalam media sosialnya, sangat bangga jika postingannya mendapat like atau komen yang banyak.
Akhir-akhir
ini media sosial telah berubah fungsinya sebagai ajang pamer, Disadari atau
tidak kita cederung membuat citra diri dalam status dan apapun yang kita
bagikan di sosial media yang paling terasa adalah pamer melalui foto. Sebagai
contoh ketika seorang selesai menunaikan ibadah sholat ia mengupload foto dan
menaruh caption “alhamdulilah sholat dhuha kelar” atau ketika dia sedang berpergian
ke sebuah pusat perbelanjaan dia akan mengupload foto dengan caption “jalan-jalan dulu ah”.kebanyakan
dari kita sekarang melakukan perjalanan seperti ke pantai atau ke gunung hanya
untuk foto dan untuk keperluan diunggah di media sosial bukan lagi untuk refreshing menikmati keindahan alam ini.
Ini menjadi tidak sehat di masyarakat sekarang. Semua kegiatan yang kita
lakukan rasanya harus kita bagi lewat foto. Hidup kita seolah indah dalam bungkusan
foto yang kita unggah sedangkan kenyatannya belum tentu benar.
Dimedia
sosial sekarang seakan para penggunanya saling berlomba-lomba menunjukan ke-eksitensian
diri mereka, dan dituntut untuk menjadi sempurna dengan bukti foto-foto, berupa
foto makanan enak, liburan keluar negeri, penampilan seperti artis. Seolah-olah
saling beradu “tunjukin kalau kamu keren!
Kalau gak keren gak usah upload” begitu kiranya para pengguna sosial media
kini saling berlomba menunjukan citra “orang bergengsi” lewat foto dan status
mereka. Hal ini berpengaruh dalam kehidupan nyata mereka diantaranya dalam
mencari tempat makan, yang terpenting bukanlah kelezatan makanan yang disajikan
tapi tempat untuk selfies yang bagus
untuk diunggah.
Seolah
tak ada lelahnya mereka terus mengunggah foto diri dari bangun tidur, makan
direstaurant, ingin melakukan ujian atau interview
kerja, semuanya harus dimulai dengan foto bukan dengan doa. Bahkan menurut
Nurudin dalam bukunya “Tuhan Baru Masyarakat Cyber di Era Digital” berpendapat
bahwa media sosial kini menjadi Tuhan masyarakat jejaring karena kebanyakan
penggunannya berdoa di facebook bukan berharap memohon langsung pada Tuhan, padahal
sejatinya doa itu adalah suatu kerahasiaan antara hamba dan tuhannya dan bukan
untuk dipamerkan pula.
Dalam
penelitiannya, Etnomark Consulting memetakan tipe pengguna media sosial berdasarkan
motivasi dan tujuan posting dalam “status
update”. Hasil studi menjelaskan adanya tujuh tipe pengguna media
sosial.
yaitu The Angels adalah orang yang Senang berbagi pengetahuan dan pengalaman.contohnya Dosen, pembicara,motivator,ustad. Kedua The Learners yaitu Para pembelajar, pengumpul referensi, mencari solusi dari masalah. Mereka juga sering melakukan sharingulang. Ke tiga The Journalists Tipe pengguna media sosial terdepan dalam penyampaian berita. Berita singkat, tetapi terus menerus. Keempat The Sosial Networkers selalu ingin memperluas jaringan, termasuk memberikan perhatian dengan sharing opini orang lain dan memancing diskusi forum. Ke lima The “Eksis-Narsis” adalah orang yang Senang mencari perhatian, harus hadir dalam setiap bahasan,posting dilengkapi foto-foto. Perhatian lebih kepada dunianya sendiri. Ke enam The “Curhaters” Tipe yang sangat sering impulsif berkeluh kesah terhadap apa saja yang ditemui dan dialaminya. Kadang kala hanya sebagai tulisan iseng yang tidak penting bagi komunitasnya. Ke Tujuh yaitu The Observers atau pengguna pasif, tipe pengamat ini mengikuti posting teman-temannya, ingin mengetahui apa yang terjadi, tetapi jarang memberikan respons dan share opini temannya. Hampir tidak ada posting yang ditulisnya.
yaitu The Angels adalah orang yang Senang berbagi pengetahuan dan pengalaman.contohnya Dosen, pembicara,motivator,ustad. Kedua The Learners yaitu Para pembelajar, pengumpul referensi, mencari solusi dari masalah. Mereka juga sering melakukan sharingulang. Ke tiga The Journalists Tipe pengguna media sosial terdepan dalam penyampaian berita. Berita singkat, tetapi terus menerus. Keempat The Sosial Networkers selalu ingin memperluas jaringan, termasuk memberikan perhatian dengan sharing opini orang lain dan memancing diskusi forum. Ke lima The “Eksis-Narsis” adalah orang yang Senang mencari perhatian, harus hadir dalam setiap bahasan,posting dilengkapi foto-foto. Perhatian lebih kepada dunianya sendiri. Ke enam The “Curhaters” Tipe yang sangat sering impulsif berkeluh kesah terhadap apa saja yang ditemui dan dialaminya. Kadang kala hanya sebagai tulisan iseng yang tidak penting bagi komunitasnya. Ke Tujuh yaitu The Observers atau pengguna pasif, tipe pengamat ini mengikuti posting teman-temannya, ingin mengetahui apa yang terjadi, tetapi jarang memberikan respons dan share opini temannya. Hampir tidak ada posting yang ditulisnya.
Media
sosial membuat kita hidup di jaman yang penuh dengan transparansi. Aktivitas
kita dengan mudah dapat diketahui oleh orang lain, bahkan diketahui seluruh
dunia, ketika kita menuliskan status kita di facebook akan memberikan pengaruh
terhadap keperibadian kita.
Menurut
Erik Qualman dalam Sosialnomics (2009), transparansi membuat adanya dua macam
perilaku orang di dalam media sosial yaitu preventative behavior dan braggadocian
behavior.
Preventative behavior dengan
perumpamaan “live your life as if your mother is watching”. Tipe
orang ini selalu berhati-hati dalam membuat status atau mengunggah gambar,
karena hal tersebut diketahui oleh orang lain dan dapat mempengaruhi citra
mereka. Mereka akan berpikir berulang kali untuk melakukan hal-hal yang berhubungan
dengan media sosial karena seluruh dunia memperhatikan.
Braggadocian
behavior yang berarti kebiasaan pembual atau penyombong. Tipe orang dengan perilaku
berikut ini biasanya update status sangat sering dan memberitahukan
bahwa dirinya sedang melakukan sesuatu yang dianggap keren. Biasanya, orang-orang
ini juga sering mengunggah foto mereka dengan gaya narsis di tempat-tempat yang
menurut mereka bagus. Mereka
menganggap bahwa dengan begitu mereka eksis.
Qualman berpendapat bahwa dengan adanya media sosial,
seseorang tidak dapat lagi berpura-pura menjadi orang lain dan memiliki
kepribadian berbeda di tempat berbeda. Status-status yang ada akan menunjukkan
siapa dirinya sebenarnya. Namun pendapat ini kurang tepat justru
jika kita mencermati fenomena media sosial baik-baik, ada kemungkinan
perpecahan kepribadian (split
personality) yang terjadi.
Anda
pasti pernah menemui orang yang dalam dunia nyata pendiam namun dialam tulisan
di media sosialnya dia sangat kritis,atau orang yang jarang berbicara didunia
nyata ternyata sangat sering update status di akun sosial medianya. Inilah pelaku yang disebut
perpecahan kepribadian di media sosial atau sosial-splitting personality.
Ini adalah fenomena orang yang melakukan pencintraan ulang dirinya didunia maya
yang menciptakan citra yang berbeda dari dunia nyatanya karena ketidak puasan
mereka akan citra mereka dikehidupan nyata.
Carl Rogers mengemukakan bahwa ada dua diri dalam
seseorang, yaitu real-self dan
ideal-self. Real-self sebagai diri yang terbentuk dari dorongan
untuk mengaktualisasikan diri, sedangkan ideal-self adalah diri yang
terbentuk dari tuntutan masyarakat. Secara sederhana, real-self adalah “I am” dan ideal-self adalah “I should“; jarak yang terlalu jauh
antara ”I am” dan ”I should” dapat menyebabkan gangguan jiwa
atau yang sering disebut dengan psikopatologi.
Seperti itulah fenomena sosial-splitting
personality terjadi. Seseorang yang tidak dapat menampilkan real-self
mereka karena banyaknya tuntutan lingkungan akan melampiaskannya pada media
sosial dan menjadi berbeda di alam maya.
Kesimpulannya masyarakat sekarang
tidak dapat dipisahkan dari teknologi dan media baru khususnya internet. media
baru sangat bermanfaat bagi kehidupan manusi namun ada sisi negatifnya berupa
penggunaan media sosial yang tidak sebagaimana mestinya. Di Indonesia media sosial
yang paling popular adalah fcebook. Menurut Etnomark Consulting ada 7 tipe pengguna
media sosial berdasarkan motivasi dan tujuan posting dalam “status update” yaitu The Angels, The Learners, The Journalists, The Sosial Networkers, The
Eksis-Narsis, The Curhaters, The Observers.dalam
artikel ini menekankan pada type ke lima. Sedangkan menurut Erik
Qualman terdapat dua macam perilaku orang di dalam media sosial yaitu preventative
behavior dan braggadocian behavior. Media sosial
sebagai media komunikasi kini telah beralih fungsi sebagai media untuk pamer ke-eksisan
diri para penggunanya lewat foto ataupun status yang dibagikan. Media sosial
juga mempengaruhi pecahnya kepribadian seorang antara ideal-self dan real-self mereka.
Mereka berusaha membentuk citra diri yang baik sebagai bentuk ketidak puasan
akan citra diri mereka didunia nyata. Ada seorang yang begitu pendiam didunia
nyata namun dalam aktif dalam akun media sosialnya. Mereka saling
berlomba-lomba ingin menujukan bahwa kehidupan mereka sangat sempurna dan indah
sehingga akan menimbulkan rasa iri pada pengguna lain. Sehingga banyak pengguna
sekarang hanya mencari kesenangan belaka.
Kita
sebagai masyarakat jejeraing baiknya
lebih bersikap dewasa dalam mengadapi arus media sosial, menjadikan media sosial
sebagai alat yang bermanfaat, menggunakan seperlunya saja. Dalam memperbaiki
citra diri dilakukan di dunia nyata, karena hanya beberapa orang yang peduli di
media sosial kebanyakan pengguna lain sibuk dengan perbaikan citra diri mereka
sendiri. Jangan semua tentang kita masukan kedalam akun media sosial kita, ada
baiknya yang bersifat pribadi disimpan sendiri. Dan jangan menjadikan foto
sebagai ajang pamer, foto seperlunya dan jangan berlebihan.
Daftar Pustaka
· Qualman, Eric. 2009. Sosialnomics. New Jersey:WILEY John & Sos, Inc.
· Nurudin.
2012. Tuhan Baru Masyarakat Cyber
di Era Digital.Yogyakarta :
Aditya Media
· Goffman, Erving. 1959. The Presentation of Self in Everyday Life.Harmondworth
: Penguin
· Kominfo. Ini Data Jumlah Pengguna Media
Sosial di Indonesia. 20 juni 2015. http://harianti.com/ini-data-jumlah-pengguna-media-sosial-di-indonesia/
. Julia, nurhajizah. media sosial. 20 juni 2015.http://nurhajizahjulia.blogspot.com/2011/06/media-sosial.html
· Pangestu, Alex. Media Sosial Bukan Tren Sesaat. 20 juni 2015.
http://nationalgeographic.co.id/berita/2010/07/media-sosial-bukan-tren-sesaat